Saturday, July 6, 2019

TITIS OKTALIA REPTANTI (4117067) E


MAKALAH INTERNET OF THINGS (IOT)
DETEKSI KEBOCORAN GAS
(zat yang mengandung iso butana)







Dosen Pengampu : Endang Kurniawan, S.Kom., M.M., M.Kok., CEH., CHFI., CIPM.
https://endangkurniawan.com

Disusun oleh :
Titis oktalia reptanti (4117067)
Kelas E



SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2019



Abstrak
Bila  terjadi  kebocoran  gas  maka  sensor  akan  beraksi  dan  akan  mengaktifkan  alarm  sebagai  tanda  telah terjadi  kebocoran.    Sensor  TGS2610  selalu  ditandai  dengan  nomor  ID  yang  menandakan  klasifikasi  pabrik yang digolongkan  sesuai  dengan  batasan - batasan  tahanan  sensor. Pada  saat  ID  sensor  digunakan,  proses kalibrasi  bisa menjadi  sangat  mudah.  Mempersingkat  kondisi  waktu  yang  lama  dan  kesulitan  dalam menangani  kalibrasi  gas. TGS 2610 memiliki sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi propana dan butana,sehingga sensor ini ideal untuk digunakan oleh banyak orang untuk memasang gas alarm.

1. LATAR BELAKANG
Sensor tipe  TGS 2610  sudah lama   digunakan untuk  mendeteksi  kebocoran  gas.  Sensor  ini  sensitif terhadap   beberapa   jenis   gas,   antara   lain   LPG   dan butana.  Salah  satu  ciri  khas  terjadinya  kebocoran  gas adalah  ditandai  adanya bau  gas.  Gas  yang  bocor  dapat dengan  mudah  menyulut  terjadinya  kebakaran  yang  berakibat  fatal. Untuk  menghindari  terjadinya  hal  ini maka    kita    dapat    membuat    rangkaian    pendeteksi kebocoran  gas  menggunakan  sensor  TGS  2610.  Bila terjadi  kebocoran  gas  maka  sensor  akan  beraksi  dan akan  mengaktifkan  alarm  sebagai  tanda  telah  terjadi kebocoran.  Sensor    TGS2610    selalu    ditandai    dengan nomor  ID  yang  menandakan  klasifikasi  pabrik  yang digolongkan   sesuai  dengan   batasan - batasan  tahanan sensor. Pada saat ID sensor digunakan, proses kalibrasi bisa  menjadi  sangat  mudah.  Mempersingkat  kondisi waktu   yang   lama   dan   kesulitan   dalam   menangani kalibrasi gas.Campuran  gas  terbakar  tidak  akan terbakar hingga  mencapai  suhu  memanas.  Tetapi,  dalam  media bahan  kimia  tertentu,  gas  tidak  akan  mulai  membakar atau  menyala  pada  suhu  lebih  rendah.  Peristiwa  ini dikenal   dengan   katalitis   pembakaran.   Kebanyakan, oxida    metal    dan    campurannya    memiliki    bagian katalitik ini sebagai contoh, batu  vulkanik,  yang terdiri atas berbagai  oksida  metal,  sering  ditempatkan  dalam perapian  pembakaran  gas.  Bukan  hanya  untuk  hiasan tapi  juga   untuk  membantu  proses   pembakaran   dan hasilnya   lebih   bersih   dan   lebih   efisien   membakar dalam  perapian.   Molekul   gas   mengoksidasi   pada permukaan yang mengkatalisasi sensor pada suhu yang jauh  lebih rendah  daripada  suhu  penyala  normalnya. Setiap        bahan        konduktif        listrik        berubah konduktifitasnya berdasarkan perubahan suhu. Keseluruhan    teknologi    pembuatan    sebuah sensor  untuk menjual  lebih  dari  satu  seni  dibanding peristiwa  ilmiah  yang  diperkirakan.  Hal  ini  dipilih, dipersiapkan dan diproses  seluruhnya  yang dibutuhkan bahan kimia  untuk  membuat sensor akhir. Ada banyak variable  dalam  proses  yang  menghambat  pembuatan dari  perkiraan  produksi  akhir.  Lagipula,  kebanyakan pengguna   sensor   katalitis   memilih   sensor   mereka berdasarkan reputasi pabriknya.
2. DASAR TEORI
2.1.
Gas LPG (Butana)
Gas Butana
Butana adalah gas dengan rumus C4H10yang merupakan alkana dengan empat atom karbon (CH3CH2CH2CH3) dikelilingi oleh atom hidrogen sepuluh untuk membentuk garis lurus. Istilah ini bisa merujuk ke salah satu dari dua isomer struktural atau campuran dari mereka dalam nomenklatur IUPAC, bagaimanapun butana hanya merujuk pada isomer nbutana bercabang yang satu lainnya disebut "metilpropana" atau isobutana. Butana sangat mudah terbakar, tidak berwarna, dan merupakan gas yang mudah dicairkan. Nama butana diturunkan dari nama asam butirat.Gas butana adalah komponen gas dari gas alam, butana juga dapat diproduksi dari minyak mentah, tetapi dalam jumlah yang jauh lebih kecil. Hal ini sering ditambahkan ke bensin biasa untuk meningkatkan kinerjanya tanpa menciptakan produk yang sangat volatile. Butana lebih ringan, menunjukkan reservoir butana cair. Penggunaan paling umum dari butana adalah bahan bakar yang lebih ringan. Identitas dan sifat dari butana yaitu sebagai berikut :
·Nomor CAS : 106-97-8
·Massa molar : 58.12 g mol−1
·Penampilan : Gas tidak berwarna
·Densitas : 2.48kg/m3, gas (15 °C, 1 atm) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ·600kg/m3,cairan (0 °C, 1 atm)
·Titik lebur : −138.4°C (135.4 K)
·Titik didih : −0.5°C (272.6 K)
·Kelarutan dalam air : 6.1mg/100 ml(20 °C) Gas butana juga dijual sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak dan berkemah bertenaga gas. Propana dapat memberikan lebih banyak energi, tapi butana memiliki properti tertentu yang membuatnya ideal untuk penyimpanan: ketika dikompresi, menjadi cairan sangat cepat. Setelah dilepaskan ke udara, namun, bereaksi dengan sumber pengapian menjadi gas yang sangat mudah terbakar. Tidak seperti beberapa turunan gas alam lainnya, gas hanya melepaskan karbon dioksida sebagai produk limbah, bukan karbon monoksida. Hal ini disebut sebagai LPG ketika menyatu dengan hidrokarbon lainnya dan propana. Gas butana dalam kaleng Butana sangat berguna untuk industri otomotif sebagai fasilitator mesin pembakaran internal. Selama proses cracking uap, butana digunakan sebagai bahan baku untuk basis manufaktur petrokimia. Gas ini juga digunakan dalam pendinginan dan pemanasan sistem dan sebagai bahan bakar untuk pemantik rokok dan selanjutnya sebagai propelan dalam semprotan aerosol, deodoranadalah contoh dari sebuah semprot aerosol. Bentuk yang sangat murni dari butana terutama isobutana, dapat digunakan sebagai pendingin dan sebagian besar telah menggantikan lapisan ozon depleting halomethanes, misalnya dalam lemari pendingin dan freezer rumah tangga. Hal ini terutama karena konsentrasi butana tidak cukup tinggi untuk menciptakan kombinasi yang mudah terbakar dengan udara di dalam ruangan. Sistem operasi tekanan lebih rendah dari butana untuk halomethanes seperti R-12, sehingga R-12 sistem seperti dalam sistem pengkondisian udara otomotif, bila dikonversi ke butana tidak akan berfungsi secara optimal. Menghirup langsung dari butana dapat menyebabkan sesak napas jika konsentrasi melebihi ambang batas keselamatan. Terlepas dari ini, dapat menyebabkan narkosis ditandai dengan pusing dan rasa mabuk. Hal ini juga dapat hadir dengan gejala euforia dan kantuk. Hal ini jarang terjadi, tetapi orang yang menghirup butana ditemukan untuk publik mengungkapkan kebahagiaan tidak berdasar dengan gerak tubuh lengan dan kaki. Butana juga dapat menyebabkan aritmia dan jantung.Butana adalah zat yang mudah menguap yang paling sering disalahgunakan di Inggris, dan merupakan penyebab 52% dari "pelarut terkait" kematian pada tahun 2000. Jika butana sengaja disemprotkan ke dalam tenggorokan, dapat menyebabkan laryngospasm dengan mendinginkan tenggorokan segera untuk di bawah 20 derajat celcius, yang mengancam jiwa.Kertas "Emisi nitrogen dioksida dari pemanas gas butana dan ruangan kompor" dari American Journal of Applied Sciences, menunjukkan bahwa nitrogen dioksida gas beracun, hasil dari pembakaran gas butana dan merupakan bahaya kesehatan manusia dari pemanas rumah dan kompor.

Sensor gas TGS 2610
Unsur    perasa    yang    terdiri    dari    lapisan semikonduktor  metal  oksida  terbentuk  pada  substrasi alumunium  dari  lempengan  perasa  bersamaan  dengan pemanas  yang  terintegrasi.  Dalam  pendeteksian  gas, konduktivitas sensor bergantung pada kepekatan gas di udara. Rangkaian sederhana dapat dikonversikan dalam perubahan  konduktivitas  hingga   sinyal output yang sesuai dengan kepekatan gas. TGS  2610  memiliki  sensitifitas  yang tinggi untuk  mendeteksi  propana dan butana, sehingga sensor ini  ideal  untuk  digunakan  oleh  banyak  orang  untuk memasang gas alarm. Dalam  sensitifitasnya  TGS  2610  memerlukan arus  pemanas  sebesar  56  mA.  Sensor  gas  berinteraksi dengan  gas untuk  memulai  pengukuran kepekatan  gas. Sensor  gas  lalu  menyediakan  keluaran  untuk  peralatan gas  yang   menunjukkan  pengukuran.  Umumnya   gas diukur   oleh   sensor   gas   adalah   ammonia,   aerosol, arsine, sulfida hidrogen hidrokarbon dan masih banyak lagi. Pengukuran         yang         penting        dapat dipertimbangkan   ketika   melihat   sensor   gas   untuk respon  waktu,  jarak  dan  laju  aliran.  Respon  waktu adalah  sejumlah  waktu  yang  dibutuhkan  dari  kontak awal  dengan  gas  hingga  sensor  memproses  sinyalnya. Jarak  adalah  jarak  maksimum  dari  sumber  gas  atau kebocoran  gas  hingga  sensor  dapat  mendeteksi  gas. Laju  alir  adalah  laju  alir  yang  diperlukan  udara  atau sensor gas untuk menghasilkan sinyal. Sensor    TGS2610   selalu    ditandai    dengan nomor  ID  seperti  yang  ditunjukkan  oleh  Gambar  2.2 yang  menandakan  klasifikasi pabrik  yang  digolongkan sesuai  dengan  batasan - batasan  tahanan  sensor. Pada saat ID sensor digunakan, proses kalibrasi bisa menjadi sangat   mudah.   Mempersingkat   kondisi   waktu   yang lama dan kesulitan dalam menangani kalibrasi gas.
Gambar 1. ID Sensor

Untuk  mengoptimalkan  resolusi  dari  sinyal output    pada    konsentrasi    alarm    yang    digunakan, diperlukan  untuk  menyesuaikan  tahanan  beban  (Load Resistor  RL). Hal  ini  menunjukkan  bahwa  RL dipilih
pada  nilai  yang  sesuai  dengan  tahanan  sensor  (Sensor Resistance  RS)  pada  konsentrasi  alarm. Karena nomor ID   bersesuaian   untuk   tahanan   sensor   dalam   gas isobutana  yang  dapat  ditandai  pada  penutup sensor, nilai tahanan beban  dapat dipilih berdasar pada tabel 1.

2.2. Karakteristik
Setelah mengumpulkan seluruh data dan melakukan pengujian dalam keadaan normal. Rs/Romenyatakan rasio tahanan sensor. Dimana Rs adalah tahanan sensor yang menunjukkan jenis-jenis kepekatan gas, Ro adalah tahanan sensor dalam 1800ppm iso-butana. Gambar karakteristik sensitifitas sensor gas dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2. Karakteristik sensitifitas Sensor Gas TGS 2610
Pada  gambar  2.5, 
dapat  dilihat  bahwa  Rs/Ro dinyatakan  sebagai  hasil  tahanan  sensor,  dimana  Rs adalah  tahanan  sensor  pada  1800  ppm  iso-butana  pada berbagai  macam  suhu,  Ro  adalah  tahanan  sensor  pada 1800 ppm iso-butana pada suhu 200C.

Gambar 3 Karakteristik Ketergantungan Suhu

2.3. Spesifikasi Dan Struktur Sensor TGS 2610
Dalam tabel 2 dapat dilihat spesifikasi dari sensor TGS 2610


Dalam gambar 4 dapat dilihat struktur dan dimensi dari
sensor gas TGS 2610.
Gambar 4 Struktur Sensor Gas TGS 2610

3. Komponen-Komponen Detektor Gas
3.1. Rangkaian Catu Daya :
Komponen Jumlah
IC Regulator L7805                1 buah
IC Regulator TIP 42C.            1 buah
Kapasitor 25 V 100 μF           1 buah
Kapasitor 35V 10 μF              1 buah
Kapasitor Kramik 104            3 buah
Resistor 10                           1 buah
Resistor 1 K                         2 buah
Led 1,5 V                                2 buah
Saklar geser                            1 buah
Baterai Kering 9 V                 1 buah
3.2. Rangkaian Buzzer (Alarm)
Komponen Jumlah
Transistor C945PW45            1 buah
Buzzer MPB14A                    1 buah
Kapasitor 104                          2 buah
Resistor 10 K                      2 buah
Resistor 330                        2 buah
Led 1,5 V                                2 buah
Saklar Tekan                           1 buah
3.3. Rangkaian Sensor
Komponen Jumlah
TGS 2610 472JB#12              1 buah
Trinput                                    1 buah
OP-AMP LM31INKOB142   2 buah
Dioda Zener                            1 buah
Transistor A733K11C            1 buah
Kapasitor 25V 100μF             1 buah
Kapasitor 16V 1μF                 1 buah
Kapasitor 35V 10μF               1 buah
Resistor 330                        2 buah
Resistor 10 K                      6 buah
Resistor 4 K                        2 buah
Resistor 1 K                        2 buah
Led 2 buah
3.4. Rangkaian Mikrokontroller AT89C52
Komponen Jumlah
Mikrokontroller AT89C52     1 buah
Kapasitor Kramik 30              2 buah
Resistor 10 K                      2 buah
Transistor A733K95C            1 buah
Kristal                                     1 buah
Pull-up                                    1 buah
Led                                          2 buah
Saklar Geser                            1 buah

4. Sensor Gas TGS 2610
Sensor ini bekerja untuk mendeteksi gas yang terdapat dilingkungan sekitar sensor tersebut. Adapun gas yang dapat dideteksinya adalah LPG dan butana.
4.1. Rangkaian Alarm
Ketika konsentrasi gas berubah-ubah tepatndisaat yang mengkhawatirkan, penurunan dan kenaikan, detektor dapat mengkedip-kedipkan alarm dalam waktu singkat. Dengan menambah RD, rangkaian trigger Shmidt yang termasuk kedalam pembanding yang dapat dibuat, nilai RD dapat diatur pada 20 – 30 kali dari nilai RC. Hasilnya range alarm dibuat. Alarm lalu dibuat ketika range yang lebih besar dari range yang mengkhawatirkan dilampaui dan sinyal alarm akan berhenti setelah sinyal turun hingga nilai range turun.

4.2. Pengujian Gas LPG (Liquefied Petroleum Gas)
1.      Hubungkan power supply atau baterai pada rangkaian. 
Sensor TGS 2610 akan memanaskan diri (self heating). Setelah cukup panas maka detektor gas siap untuk digunakan. Selama masa pemanasan sensor yang terjadi di kaki 1 dan 4, alarm (Buzzer) hidup. Yang harus dilakukan adalah menekan saklar reset untuk menormalkan sensor TGS 2610. Jika mencapai pemanasan yang normal, besar tahanan yang terdapat di TGS 2610  normalnya adalah 56. Jika terkena gas maka besar tahanan yang terdapat di TGS 2610 akan turun, sehingga arus yang melewati TGS 2610 akan naik dan akan membunyikan alarm. Dalam sensitifitasnya TGS 2610 memerlukan arus pemanas sebesar 56 mA.
2.      Mengatur sensitivitas detektor gas, dengan memutar trinput untuk mengatur sensitifitasnya hingga buzzer hidup, berarti detektor gas siap untuk digunakan.
3.      Dekatkan ke sumber gas yang mudah terbakar, contohnya gas elpiji. Jarak antara gas dengan  sensor adalah 10 – 20 cm. Buka penutup (kran) gas perlahan-lahan. Sebaiknya disekitar tempat pengujian tidak terdapat api yang menyala, karena dapat menyebabkan kebakaran. Sewaktu gas mulai bercampur dengan udara. Dan mencapai kepekatan yang dapat dideteksi, sensor akan mendeteksi dan melewatkan arus seiring dengan mengecilnya tahanan yang terdapat pada sensor tersebut. Tetapi besarnya arus yang dilewati masih terlalu kecil, sehingga memerlukan penguatan yang mana penguatannya adalah OP-AMP. Setelah dikuatkan maka diirimkan ke mikrokontroller untuk memerintahkan buzzer untuk bunyi. Setelah melakukan pengujian dalam jarak 10 cm antara sumber gas dengan sensor maka waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi gas tersebut selama 16 detik. Pada saat jarak 5 cm maka waktu pendeteksian gas tersebut selama 5 detik.
4. Untuk menormalkan kembali sensor maka dilakukan reset.
5. Waktu yang dibutuhkan sensor untuk kembali kekondisi normal dari saat pendeteksian  
gas berlangsung adalah 24 detik.
6. Bila akumulasi gas mencapai jumlah tertentu maka sensor gas TGS 2610 akan menyala. Sensor gas ini sensitif untuk gas yang mudah terbakar (Combustible gas).





KESIMPULAN


Dari pembahasan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya maka dapatlah ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1.      Rangkaian detektor gas yang dirancang,sensitif untuk gas-gas yang mudah terbakar(Combustible Gas).
2.      Penempatan detektor gas untuk dapat mendeteksi kebocoran gas dengan baik, sebaiknya ditempatkan dekat dengan gas yang akan dideteksi, kira-kira 10 cm. Penempatan ini sangat perlu, sebab jika terlalu jauh pendeteksian akan lama oleh detektor gas.
3.      Semakin dekat jarak antara sensor dengan gas maka akan semakin cepat sensor memberi respon.
4.      Penggunaan detektor gas baik di pabrik maupun dirumah-rumah yang menggunakan atau menyimpan gas yang mudah terbakar sangat diperlukan. Karena detektor gas merupakan alat proteksi sebelum terjadinya ledakan yang diakibatkan kebocoran gas.



DAFTAR PUSTAKA


Albert Paul Malvino, “Elektronics Principles”, Mc Graw Hill, 1984.

Denton, J Dailey, “OP-AMP and Linier Integrated Circuits, Theory and Application”, Mc Graw Hill, 1989.

David L Trell, “OP-AMPS, Second Edition, Design Application and Troubleshooting”, Butterworth – Heinemann, 1996.

M. H Rashid, “Power Elektronic, Circuit Devices and System”, Prentice Hall International, 1999.